Cari Blog Ini

Sabtu, 16 Juni 2012

Tradisi Balimau Bakasai

BALIMAU BAKASAI





Ada hal yang menarik ketika pertemuan antara kantor Depag Kampar dengan Pemkab Kampar di Bangkinang Jumat (12/3) pekan lalu, dalam pertemyan ini Kakanwil Departemen Agama Provinsi Riau, Drs H Asyari Nur, SH, MM secara halus (namun mengenaaaa banget) memberikan kritik membangun tentang pelaksanaan acara budaya Balimau Kasai yang dinilainya beberapa tahun terakhir telah sedikit berubah dari tradisi balimau kasai sesungguhnya.
Menurut Ketua Tariqat Naqsabandy tersebut harusnya pihak-pihak berkompeten di Kabupaten Kampar seperti Pemdakab, ninik mamak, tokoh agama, generasi muda mengemas acara balimau kasai itu jadi acara budaya bernuansa agama. '' Kan, aneh, bila pemuka adat tepatnya ninik mamak dan aparatur pemerintah melihat anak keponakan mandi-mandi di Sungai Kampar. Menonton orang mandi itu bukan bagian dari budaya balimau kasai, ujar Asyari Nur sambil tersenyum.
Dulu .... menurutnya pada awal acara balimau kasai yang diketahuinya saat salah satu muridnya datang kerumah guru ngaji untuk meminta maaf sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sedangkan seluruh lapisan masyarakat secara sadar dan ikhlas mendatangi orang-orang tua di kampung, para tokoh agama dan tokoh adat untuk saling bermaaf-maafan dengan diiringi rasa kekeluargaan yang mendalam, kebersamaan yang hakiki yang diperlambang dalam bentuk makan bajambau.
'' Jadi mengapa kedepan tradisi Balimau Kasai tidak dikemas dalam nuansa agama seperti menggelar acara khattam Al-Qur'an, pemberian santunan untuk anak yatim, pemberian bantuan untuk orang-orang miskin, bantuan untuk anak-anak berprestasi dibidang pendidikan atau pun pemberian penghargaan untuk pemuka agama dan tokoh masyarakat yang pantas diberi penghargaan atau memberikan modal usaha bagi keluarga miskin dan kegiatan gotong royong membersihkan tempat-tempat ibadah dan lembaga pendidikan agama serta melaksanakan acara hiburan bernuansa tradisi dan sekaligus bernuansa agama'' usulnya



Kritikan yang disampaikan Kakanwil Depag ini sebenarnya bukan kritikan yang pertama tentang kegiatan Balimau Kasai, banyak pihak yang sudah mencoba mengingatkan tentang betapa Jauhnya tradisi budaya itu bergeser bahkan sudah tidak bisa disamakan antara balimau kasai dulu dan sekarang.
Tapi sayangnya gugatan demi gugatan bahkan yang disampaikan ulama sekalipun sepertinya tidak mampu membangun Pemkab atau masyarakat yang sudah tertidur dibuai dengan istilah event budaya (entah budaya mana itu ...) Balimau kasai saat ini adalah kegiatan seremonial kedatangan kantor baik tingkat propinsi atau kampar, lalu ada lomba sampan hias dan acara inti ... mandi mandi .. berbaur lelaki perempuan didepan Mamaknya, bersama ughang somondo, hilang sudah malu .......
Yang mengherankan ini bahkan digadang-gadangkan, meskipun sudah dibungkus dengan aneka lomba seperti lomba azan, rebana dan sebagainya namun kegiatan mandi bareng tetap acara utama .. dan dikatakanlah'' kegiatan pariwisata kampar''.
Pernyataan ini yang membuat saya heran .. pariwisata dari mana? Wong ndak ada turisnya, jangankan turis luarnegeri .. luar Kabupaten Kampar juga tak ada, kalaupun ada yang datang dari Pekanbaru .. itu ughang Kampar Juga. Lebay .....
Dan yang lebih heran lagi, dalam diskusi saya denga salah satu staff dinas pariwisata Kampar malah merencanakan akan memajukan pelaksanaanya dua atau tiga hari sebelum ramadhan, dengan alasan agar tidak menganggu sholat tarawih pada malam pertama ramadhan karena seremonial dengan kantor cukup lama dan menyita waktu dan dengan lapangnya hari maka akan banyak kesenian yang bisa ditampilkan.
Walaupun alasannya terdengar logis namun menurut saya preeeettttt .... nggak mutu. Lha iya lah, balimau kasai itu bukanlah acara seremonial dan bukan untuk tari-tarian, namun esensialnya adalah pembersihan diri seperti minta maaf kepada orang tua dan saudara, mengunjungi orang tua dan sanak yang laim. Lagipula siapa suruh melaksanakans eremonialnya petang hari .. wong zaman dahulu kegiatan dimulai pagi hari dimana para Ninik mamak dikenegerian naik ke balai adat dan saling berkonsultasi untuk kegiatan pembangunan setahun berikutnya ..... lalu sekitar usai dhuha mereka pulang saling bersilaturahmi dan ba'da Asyar mandi membersihkan diri ditepian masing masing ....
Lalu darimana datangnya pacu sampan hias yang habisnya uang daerah jutaan bahkan ratusan juta, darimana datangnya acar seremonial dan darimana datangnya mandi bareng? ...... Hmmmm jalan dianjak orang yang .. ontahlah ...
Banyak pihak sudah mengingatkan namun sayangnya yang tidur ini sangat lelap bahkan munkin ngorok sehingga tidak terdengar orang yang menjaga, entahlah kalau dengan kritikan dari kakanwil depag ini .. karena saat itu wajah wajah kantor yang hadir cukup memerah .. semoga ya Pak .......
Kampar 17 maret 2010
-Ummu Bintang-


ADAT ISTIADAT KAMPAR

Penobatan Ninik Mamak di Kampar



Penghulu dan perangkat adat lainnya di Kampar akan memegang jabatan selama hidupnya, Namun ada lima alasan atau kondisi yang menyebabkan seorang Penghulu / Ninik mamak kehilangan jabatannya. Lima hal itu adalah:

Pertama Meninggal Dunia atau Osongan Terangkat, Golau Tatenggek (talotak)
Sebagai manusia Datuk sebagai seorang Penghulu tidak akan hidup selamanya, sehingga gelar tersebut tidak akan disandangnya lagi begitu ia meninggal dunia. Namun adat mengatakan 'Datuk Mati Penghulu bagolau salamonyo, artinya seorang Datuk sebagaimana manusia lainnya tentu akan mengalami kematian namun jabatanya sebagai Penghulu akan tetap hidup, karena begitu ia meninggal maka departemen akan dipindahkan ke lain sesuai dengan alur dan patut. Ramo-ramo sikumbang Jati, khotib ondah bakudo, patah tumbuo hilang bagonti, pusako lamo dipakai juo.
Pemilihan Penghulu pengganti dilaksanakan sebelum keranda diangkat ke pemakaman, biasanya digantikan langsung oleh Tungkatan / bayang-bayang yang sudah dipersiapkan namun kalau tidak ada maka anak kemenakan akan bermusyawarah mencari penghulu sementara sampai terpilihnya Datuk yang defenitif.
Kedua, Usia Lanjut (Tua) atau Ponek Bapa'ontian, Potang Bapamalaman
Seorang Penghulu memiliki tugas mengayomi dan melindungi masyarakatnya, namun ada kondisi dimana seorang Penghulu tidak dapat melaksanakan tugas tersebut karena kondisi usia, dimana Bukik sudah indak tadaki, lurah indak taturuni, maka Ponek bapa'ointian dan Potang bapamalaman.
Maka jabatan tersebut diserahkan kepada penggantinya, apakah itu tungkatan / bayang-bayang yang sudah dikaderkan atau kapak gadai yang sudah ditentukan sesuai dengan alur dan patut.
Ketiga, Hidup Batungkek Bodi
Seorang Penghulu juga masyarakat yang memiliki pekerjaan untuk menghidupi keluarganya, dan kadang-kadang pekerjaan itu mengharusnnya merantau ke negeri orang atau meninggalkan kampong halamannya. Dalam kondisi ini tugas dan tanggung-jawabnya dapat diwakilkan kepada tungkatan / bayang-bayang atau kapak gadai yang ditunjuk sebagai wakilnya, ini disebut dengan Hidup Batungkek Bodi, bapanjang jari.
Namun meskipun tugas dan kerjaannya sudah dilaksanakan wakilnya tersebut namun ketika ada masalah yang penting yang dikenal dengan Biang nan Manumbuok, Gontiong Nan Mamutuikan artinya ada masalah penting yang harus diputuskan maka wakilnya tersebut tidak dapat mengambil keputusan, wakil tersebut harus tetap mengirimkan surat atau mendatangi Datuk / Penghulu yang sebenarnya untuk meminta keputusan.
Keempat Hidup Bakarelaan
Meskipun pengangkatan Penghulu dipilih berdasarkan alur yang patut salah satunya Botuong tumbuoh dimato (berdasarkan garis keturuna), namun tidak harus yang patut tersebut menjadi Ninik mamak. Karena kadang dalam alur keturunan tersebut tidak ada butuong tumbuoh dimato atau kalaupun ada tidak sanggup atau tidak bersedia dicalonkan menjadi penghulu dengan alasan yang tepat, maka dipindahkah ke perut yang lain dalam suku yang sama dengan catatan ada keikhlasan (kerelaan) dari anak kemenakannya dan sudah dimusyawarahkan , sehingga tidak ada muncul kondisi: umah sudah tokok pa'ek babunyi.
Kelima: Mencoreng Kening Sendiri
Departemen Ninik mamak atau Penghulu dapat tanggal (lepas) karena Penghulu tersebut melakukan kesalahan, ada empat kesalahan yang bisa membuat lepasnya jabatan ini:
a. Tapijak dibenang arang
Penghulu melakukan kesalahan yang menimbulkan malu yang berhubungan dengan agama dan moral seperti melakukan syirik, murtad dari agama Islam, melawan orang tua.
b. Tatarung di Galah Panjang
Penghulu melakukan kesalahan yang menimbulkan malu yang berhubungan dengan manusia dan norma masyarakat dan hokum Negara, seperti berzina, merampok, berjudi, mabuk-mabukan, meremehkan / menodai kehormatan wanita, korupsi, fitnah, tidak adil, menikahi / melarikan istri orang, kemenakan kawin sesuku .
c. Takurung dibilik dalam
Penghulu dihukum penjara karena perbuatan criminal dan melanggar dua point diatas.
d. Tamandisi Pincuan Godang
Penghulu mengalami stresss, gila atau gangguan jiwa yang istilahnya disebut juga: Tapasontiong bungo nan kombang, tapanjiek lansek nan masak.
Inilah sebab / alasan yang menyebabkan seorang penghulu harus melepaskan gelarnya, namun selama lima hal ini tidak dilaksanakan maka jabatan itu akan dipegangnya seumur hidupnya.
Kampar 24 Maret 2010 


Jumat, 15 Juni 2012

KABUPATEN KAMPAR


SEJARAH SINGKAT KABUPATEN KAMPAR

    Pada awalnya Kampar termasuk sebuah kawasan yang luas, merupakan sebuah kawasan yang dilalui oleh sebuah sungai besar, yang disebut dengan Sungai Kampar. Berkaitan dengan Prasasti Kedukan Bukit, beberapa sejarahwan menafsirkan Minanga Tanvar dapat bermaksud dengan pertemuan dua sungai yang diasumsikan pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Penafsiran ini didukung dengan penemuan Candi Muara Takus di tepian Sungai Kampar Kanan, yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya.(dikutip dari Soekmono, R., (1973 5th reprint edition in 1988), Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed., Yogyakarta: Penerbit Kanisius, ISBN 979-4132290X.)



Berdasarkan Sulalatus Salatin, disebutkan adanya keterkaitan Malaka dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Malaka terakhir, Sultan Mahmud Syah setelah jatuhnya Bintan tahun 1526 ke tangan Portugal, melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya wafat dan dimakamkan di Kampar. Dalam catatan Portugal, disebutkan bahwa di Kampar waktu itu telah dipimpin oleh seorang raja, yang juga memiliki hubungan dengan penguasa Minangkabau.Tomas Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa ia menelusuri Sungai Siak kemudian sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju Sungai Kampar. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan penguasa setempat dan meminta izin menuju Pagaruyung.

Pariwisata dan Budaya
Kabupaten Kampar memiliki kawasan situs purbakala yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya yaituCandi Muara Takus, kawasan ini selain menjadi kawasan cagar budaya juga menjadi tujuan wisata religi bagi umat Buddha. Selain itu masyarakat Kampar yang beragama Islam, masih melestarikan tradisi mandibalimau bakasai yaitu mandi membersihkan diri di Sungai Kampar terutama dalam menyambut bulanRamadhan. Kemudian terdapat juga tradisi Ma'awuo ikan yaitu tradisi menangkap ikan secara bersama-sama (ikan larangan) setahun sekali, terutama pada kawasan Danau Bokuok (Kecamatan Tambang) dan Sungai Subayang di Desa Domo (Kecamatan Kampar Kiri Hulu).
Budaya masyarakat Kampar tidak lepas dari pengaruh Minangkabau yang identik dengan sebutan Kampar Limo Koto dan dahulunya merupakan bagian dari Pagaruyung. Limo Koto terdiri dari Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Terdapat banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini, termasuk model kekerabatan dari jalur ibu (matrilineal). Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep Minang khususnya di Luhak Limopuluah. Bahasa sehari-hari masyarakat Kampar mirip dengan Bahasa Minangkabau, atau disebut dengan Bahasa Ocu salah satu varian yang mirip dengan bahasa digunakan di Luhak Limopuluah. Bahasa ini berlainan aksen dengan varian Bahasa Minangkabau yang dipakai oleh masyarakat Luhak AgamLuhak Tanah Datar maupun kawasan pesisir Minangkabau lainnya. Di samping itu, Kampar Limo Koto juga memiliki semacam alat musik tradisional yang disebut dengan Calempong dan Oguong.
Kampar bukan mengikuti minangkabau tapi minangkabau merupakan nenek moyang nya berasal dari kampar.awalnya kerajaan melayu terletak di minanga yaitu di 13 koto Kampar Minanga ini artinya menegah. ditengah pulau sumatera, kemudia kerajaan dibawah takluk sriwijaya yang sama2 berbahasa melayu. selanjutnya kerajaan ini menyebar kebarat membentuk kerajaan malayu/melayu,menyebar ke semenanjung sesuai prasasti grahi di thailan selatan, prasasti padang roco di sumbar juga ada, sila kan buka catatan kuno kerajaan sriwijaya, melayu dan letaknya..sesungguhnya menurut sebagian pendapat bahwa adat melayu kuno itu lah adat kampar sekarang karena menurut sejarah melayu dan kitab tun sri lanang dan juga tambo minagkabau bersasl dr india,sebab kita ketahui kebudayaan yang mensucikan kerbau adalah kebudayaan hindu makanya jgn heran adat rumah minang itu seperti kerbau..karena sebelum islam masuk kita meng agungkan kerbau.....coba baca sejarah lebih teliti lagi..karena jika hanya calempong ..maka..calempong itu sudah ada pada masyarkata dayak, champa, sulu, minandanao.

         Kampar sangat identik dengan sebutan Kampar Limo Koto. Limo Koto terdiri dari XIII Koto Kampar, Kuok, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Terdapat banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini. Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep adat dan persukuan minangkabau di sumatera barat. Tidak heran bila adat istiadat hingga bahasa sehari-hari warga Limo Koto agak mirip dengan Minang Kabau. Bahasa yang dipakai di Limo Koto, yang juga kemudian menjadi bahasa Kampar adalah bahasa Ocu. Di samping itu, Limo Koto juga memiliki semacam alat musik tradisional dan seni tradisisional seperti Calempong ,Oguong, bakayek (Hikayat) yang sangat khas 
Bahasa Ocu sangat lah unik dan maih dipengaruhi kebudayaan Arab Melayu , tandanya saja bahasa Ocu ini bisa ditulis dalam hurup Arab Melayu. Bagi suku suku lain yang ingin melafaskan bahasa Ocu sangat lah sulit . Walaupun bisa menggunakan bahasa Ocu ini harus menetap dalam sekian tahun dulu di daerah ini dan berbaur lansung dengan bahasa keseharian masyarakat kampar ini.
lain hal nya putra daerah kampar kemanapun pergi di daerah lainnya akan bisa mengikuti logat dan aksen dari bahasa dimana daerah yang ditinggalinya.

          Di samping julukan BUMI SARIMADU kabupaten Kampar juga terkenal dengan julukan SERAMBI MEKKAH di propinsi Riau. Ini disebabkan masyarakatnya yang 100% beragama Islam (etnis ocu), demikian juga dengan pakaian yang sehari-hari yang dipakai bernuansa muslim

Kampar, Kabupaten kamparKampar adalah salah satu Kabupaten di propinsi Riau lahir pada tanggal 06 februari 1950, hal ini tertuang dalam Perda Kabupaten Kampar Nomor 02 tahun 1999 dengan rujukan peraturan undang-undang ketetapan Gubernur Militer Sumatera Tengah, Nomor : 3 / DC / STG / 50 tanggal 06 Februari 1950. dan secara administratif pemerintahan Kabupaten Kampar dipimpin oleh Bupati pertama pada tahun 1958. Jauh sebelumnya Kampar telah memiliki sejarah panjang dengan Limo kotonya, dimana daerah ini, dulunya adalah bagian dari persukuan Minangkabau di Sumatera Barat, semasa pemerintahan system adat kenegerian yang dipimpin oleh datuk atau ninik mamak, pemerintahan Kampar dikenal dengan sebutan “Andiko 44” yang termasuk kedalam wilayah pemerintahan Andiko 44 adalah XIII Koto Kampar, VIII Koto Setingkai (Kampar Kiri), daerah Limo Koto (Kuok, Bangkinang, Salo, Airtiris dan Rumbio), X Koto di Tapung ( Tapung Kiri VII dan Tapung Kanan III), III Koto Sibalimbiong (Siabu), Rokan IV Koto dan Pintu Rayo.

Adat istiadat hingga bahasa sehari-hari (bahasa Ocu) hampir mirip dengan Minangkabau dan demikian pula semacam seni budaya, alat musik tradisional (calempong dan Oguong) dan beberapa kebiasaan lainnya.Kampar sebagai Kabupaten tertua di Propinsi Riau hingga hari ini (2008) memiliki luas 27.908.32 Km2, dengan beberapa kali pemekaran wilayah, seperti lahirnya Kabupaten Pelalawan dan Rokan Hulu, sementara jumlah penduduknya berkisar 750.000 jiwa / km2 dengan batasan-batasan wilayah, sebelah utara dengan Kabupaten Siak, sebelah Timur dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan, sebelah Selatan dengan Kabupaten Kuantan Singingi dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Lima puluh Koto (Sumatera Barat).>>>BaghanduSudah menjadi pemandangan umum bagi masyarakat Limo Koto(Kampar) pada masa dahulu, bertani secara berpindah-pindah adalah rutinitas dalam menjalani kehidupan. Hal ini tentunya didukung oleh alam nan hijau luas terbentang. Ketika mentari pagi menyinsing menembus celah-celah dedaunan rimbunnya alam rimba. Langkah-langkah gontai akan berbondong menuju hamparannya masing-masing. Padi menguning sejauh mata memandang, mengikuti permukaan bumi, lekukan datar membukit, bergelombang seirama dengan kehidupan. Mentaripun membuntutinya selama menjalankan aktifitas. Siangpun tiba, pelangkah gontai tersebut mulai kelelahan dan semakin tanpak gontai. Seseorang, beberapa orang bergerak mencari tempat duduk diatas pematang, disanalah ia akan melepas kelelahan dengan Baghandu, melantunkan nyanyian dan nada-nada kehidupan.Salah satu baghandu yang melegenda adalah senandungan ibu-ibu meninabobokan buah hatinya. Hal ini diambil dari potongan Hadist Rasulullah Saw

”tuntutlah ilmu itu dari ayunan hingga ke liang lahat”.

Dengan dasar ini orang tua-tua Limo koto mengenalkan dasar Islam kepada anak-anak balitanya dengan dua kalimat syahadat melalui ayunan atau Baghandu, bait berikut merupakan penggalan dari kalimat baghandu

”Laa ilaa ha illallaah,
Muhammaa dur-Rasulullaah,
Tiado tuhan salain AllahMuhammad du rasul Allah
Kok aghi ba bilang aghi,
Suda komi la jumat pulo,
Kok nak tontu nak agamo kami,
Namonyo Islam, Muhammad nabi nyo...”

Kampar memiliki catatan Sejarah yang membuktikan asal usul dan identitas diri masyarakatnya dengan adanya situs - situs kerajaan seperti terdapat di darussalam. 
Pemerintah Darussalam di Kabupaten Kampar, Riau, sampai saat ini masih menyisakan kejayaannya. Hal itu bisa terlihat dari masih berdirinya situs bersejarah Istana Kerajaan Darussalam hingga kini.
Istana Kerajaan Darussalam berdiri di Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar. Tidak ada keterangan pasti tentang kapan raja Darussalam pertama berkuasa. Literatur sejarah Melayu pun tidak banyak menjelaskan asal-usul kerajaan di pinggir Sungai Kampar ini. Hanya, para tokoh adat di Gunung Sahilan, memperkirakan Kerajaan Darussalam diperkirakan berdiri sekitar tahun 1901.

Istana Darussalam
Selanjutnya, setelah Indonesia merdeka, kekuasaan raja diambil alih pemerintah Republik Indonesia. Sayangnya, meski bernilai sejarah tinggi, istana dan benda pusaka Kerajaan Darussalam, tidak terawat dengan baik. Beberapa bagian istana terlihat rusak. Bangunan yang sudah berdiri ratusan tahun ini lapuk dimakan usia.
Selain Kerajaan Darussalam, di Provinsi Riau, juga pernah berdiri sejumlah kerajaan Melayu, antara lain Kerajaan Siak, Kunto Darussalam, Indragiri dan Pelalawan. Umumnya, kekuasaan kerajaan-kerajaan ini berada di bawah pengaruh dua kerajaan besar, yakni Malaka dan Kerajaan Pagaruyung

Zaman Penjajahan Belanda.
       Pada zaman Belandsa ini pembentukan Kabupaten Kampar telah mulai terlihat, namun Kabupaten Kampar masih embrio, belum ada pengelompokkan biaya secara pasti yang dapat dijadikan cikal bakal berdirinya Kabupaten Kampar. Saat itu secara administrasi dan wilayah pemerintahannya, Kabupaten Kampar masih berdasarkan persekutuan hukum adat, yang meliputi beberapa kelompok wilayah yang sangat luas, seperti ; Pertama, Desa Swapraja meliputi : Rokan, Kuto Darussalam, Rambah, Tambusai dan Kepenuhan yang merupakan suatu Lanschappen atau raja-raja dibawah District Loofd Pasir Pengarayan yang dikepalai oleh seorang Belanda yang disebut Kontroleur (Kewedanaan) Aderah / wilayah yang termasuk residensi Riau. Kedua, Kedemangan Bangkinang, membawahi kenegrian Batu Bersurat, Kuok, Salo, Bangkinang dan Air Tiris termasuk residen Sumatra Barat, karena susunan masyarakat hukumnya sama dengan daerah Minang Kabau yaitu Nagari, Koto dan Teratak. Ketiga, Desa Swapraja Senapelan/ Pekanbaru meliputi kewedanan Kampar Kiri, Senapelan dan Swapraja Gunung Sahilan Singingi sampai kenegrian Tapung Kiri dan Tapung Kanan termasuk Kesultanan Siak (Residensi Riau). Keempat, Desa Swapraja Pelalawan meliputi : Bunut, Pangkalan Kuras, Langgam, Serapung dan Kualu Kampar (Residensi Riau).. Begitu luasnya cikal bakal wilayah Kabupaten Kampar, mengakibatkan belum sempat diresmikannya Kabupaten Kampar oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Tengah pada bulan Nopember 1948, disebabkan situasi diwaktu itu sudah genting antara Republik Indonesia dengan Belanda.
Zaman Pemerintahan Jepang
        Saat itu guna kepentingan militer Kabupaten Kampar dijadikan satu Kabupaten, dengan nama Riau Nishi Bunshu (Kabupaten Riau Barat) yang meliputi kewedanaan Bangkinang dan kewedanaan Pasir Pengaraian. Dengan menyerahnya Jepang ke pihak sekutu dan setelah proklamasi Kemerdekaan, maka kembali Bangkinang ke status semula, yakni Kabupaten Lima Puluh kota, dengan ketentuan dihapuskannya pembagian administrasi pemerintahan berturut-turut seperti : CU (Kecamatan), GUN (Kewedanaan), BUN (Kabupaten), Kedemangan Bangkinang dimasukan kedalam Pekanbaru BUN (Kabupaten) Pekanbaru.
Zaman Kemerdekaan
         Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, atas permintaan Komite Nasional Indonesia Pusat Kewedanaan Bangkinang dan pemuka-pemuka masyarakat Kewedanaan Bangkinang kepada pemerintah Keresidenan Riau dan Sumatra Barat agar kewedanaan Bangkinang dikembalikan kepada status semula, yakni termasuk Kabupaten Lima Puluh Kota Keresidenan Sumatra Barat dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 1946 Kewedanaan Bangkinang kembali masuk Kabupaten Lima Puluh kota keresidenan Sumatra, dan Kepala Wilayah ditukar dengan sebutan Asisten Wedana, Wedana dan Bupati. Untuk mempersiapkan pembentukkan Pemerintah Provinsi dan Daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri maka Komisariat Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi menetapkan peraturan sementara daerah-daerah Kewedanaan dan daerah Kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Namun baru merupakan peraturan tentang pembentukan Kabupaten Kampar dalam Provinsi Sumatra Tengah, dengan pembagian 11 (sebelas) Kabupaten di Sumatra Tengah yakni:

  • Kabupaten Singgalang Pasaman dengan ibukota Bukit Tinggi.
  • Kabupaten Sinamar dengan ibukota Payakumbuh.
  • Kabupaten Talang dengan ibukota Solok.
  • Kabupaten Samudera dengan ibukota Pariaman.
  • Kabupaten Kerinci/Pesisir Selatan dengan ibukota Sei. Penuh.
  • Kabupaten Kampar dengan ibukota Pekanbaru, meliputi daerah Kewedanaan Bangkinang, Pekanbaru, kecuali Kecamatan Singingi, Pasir Pengarayan dan Kecamatan Langgam.
  • Kabupaten Indragiri dengan ibukota Rengat.
  • Kabupaten Bengkalis dengan ibukota Bengkalis. Meliputi Daerah Kewedanaan Bengkalis, Bagan Siapi-api, Selat Panjang, Pelalawan kecuali Kecamatan Langgam dan Kewedanaan Siak.
  • Kabupaten Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang.
  • Kabupaten Merangin dengan ibukota Muara Tebo.
  • Kabupaten Batang Hari dengan ibukota Jambi.
           Berdasarkan pembagian Kabupaten di Sumatra Tengah tersebut diketahui bahwa tanggal 1 Desember 1948 adalah proses yang mendahului pengelompokkan wilayah Kabupaten Kampar. Sementara tanggal 1 Januari 1950 adalah tanggal ditunjuknya DT. WAN ABDUL RAHMAN sebagai Bupati Kampar pertama, dengan tujuan untuk mengisi kekosongan Pemerintahan, karena adanya penyerahan Kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia hasil Konfrensi Meja Bundar.
Tanggal 6 Februari 1950 adalah saat terpenuhinya seluruh persyaratan untuk penetapan hari kelahiran, hal ini sesuai Ketetapan Gubernur Militer Sumatra Tengah Nomor. 3/DC/STG/50 tentang penetapan Kabupaten Kampar yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Mulai tanggal 6 Februari tersebut Kabupaten Kampar resmi memiliki nama, batas-batas wilayahya, rakyat/masyarakat yang mendiami wilayah dan pemerintah yang sah dan kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom Kabupaten dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatra Tengah
       Secara yuridis dan sesuai persyaratan resmi berdirinya suatu daerah, dasar penetapan hari jadi Kabupaten Kampar adalah pada saat dikeluarkannya ketetapan Gubernur Militer Sumatra Tengah nomor. 3/DC/STG/50 tanggal 6 Februari 1950, yang kemudian telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar Nomor. 02 Tahun 1999 tentang hari jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar, dan disahkan oleh Gubernur Kepala Tingkat I Riau 
Nomor : KPTS.60/II/1999 tanggal 4 Februari 1999 dan diundangkan dalam lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar tahun 1999 Nomor. 01 tanggal 5 Februari 1999
            Dalam perkembangan selanjutnya sesuai dengan perkembangan dan aspirasi masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 181) tanggal 4 Oktober 1999 Kabupaten Kampar dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hulu,. Dua Kabupaten baru tersebut yaitu Kabupaten Rokan Hulu dan Pelalawan sebelumnya merupakan wilayah Pembantu Bupati Wilayah I dan Pembantu Bupati Wilayah II dimana Kabupaten tersebut memperingati Hari Jadinya setiap tanggal 4 Oktober.
Sejak terbentuknya Kabupaten Kampar sampai dengan diperingatinya hari jadi Kabupaten Kampar ke-59 tahun 2009 yang Insya Allah akan digelar pada hari Jum’at tanggal 6 Februari 2009, pejabat yang pernah menjadi pimpinan daerah di Kabupaten Kampar adalah :

Bupati dengan masa jabatan :
  • Datuk Wan Abdul Rahman (1Januari 1950-sampai 1 Oktober 1954)
  • Ali Loeis ( April 1954 sampai dengan Maret 1956)
  • A. Moein Datuk Rangkayo Maharajo (Maret 1956 sampai dengan Maret 1958)
  • Datuk Abdul Rahman (1958 sampai 1959)
  • Datuk Haroensyah ( 21 Januari 1960 sampai dengan 11 Februari 1965).
  • Tengkoe Moehammad (11 Februari 1965 sampai dengan 17 Mei 1967)
  • Raden. Soebrantas Siswanto (18 Me3i 1965 sampai dengan 7 September 1978)
  • Abdul Makahamid, SH (7 September 1978 sampai dengan 7 Maret 1979).
  • Sartono Hadi Sumarto (14 Februari 1979 sampai dengan 28 Mei 1984)
  • Syarifuddin (28 Mei 1984 sampai dengan 3 Oktober 1985)
  • H Imam Munandar (Pejabat Bupati 1985-1986)
  • H Saleh Djasit, SH (1986 sampai 1996)
  • H. Azaly Djohan, SH (Pejabat Bupatio April 1996 sampai Desember 1996)
  • Drs. H. Beng Sabli (1996-2001)
  • Drs H Syawir Hamid (Pejabat Bupati Maret 2001 sampai dengan Nopember 2001).
  • H Jefry Noer dan wakilnya H A zakir SH, MM (23 Nopember 2001-2006)
  • H M Rusli Zainal SE, Plt Bupati Kampar (25 Maret 2004- 29 Juli 2005)
  • H Jefry Noer dan wakilnya H A Zakir SH, MM (29 Juli- 23 Nopember 2006).
  • Drs Marjohan Yusuf Plt Bupati Kampar (24 Nopember 2006-11 Desember 2006).
  • Drs H Burhanuddin Husin dan wakilnya Teguh Sahono SP (2006-2011).


Ketua DPRD dengan masa jabatan :
  • H Abdul Hamid Yahya (1950-1952)
  • Arifin Ruslan (1952-1958)
  • Datuk Harunsyah (1960-1965).
  • Tengku Muhammad (1965-1966).
  • Tengku Nazir (1966-1967).
  • Aziz Gani (1967-1970)
  • T.S. Jaafar. M (1970-1977).
  • M. Arsyad (1977-1982).
  • H Nazaruddin (1982-1992).
  • H. Soewardi (1992-1997).
  • Drs H. M. Damsir Ali (1997-2000).
  • Drs H Syaifuddin Efendy (2001-2004).
  • H. Masnur SH (2004-2009).
       Melalui kegiatan peringatan Hari Jadi Kabupaten Kampar diharapkan dapat menyegarkan kembali ingatan masyarakat Kampar terhadap sejarah dan proses terbentuknya Kabupaten Kampar. Juga diharapkan dapat memperdalam rasa memiliki dan kecintaan terhadap daerah ini. Selain itu, momentum peringatan hari Jadi Kampar ini dapat pula dijadikan saat yang tepat untuk mengintropeksi diri sejauh mana peran dan sumbangsih yang telah kita berikan selama ini bagi kemajuan pembangunan di Kabupaten Kampar . Selamat memperingati Hari Jadi Kabupaten Kampar ke-59 kepada seluruh masyarakat Kabupaten Kampar. Semoga Kabupaten Kampar tetap Jaya. (Syafrizal Hasan staf Humas Setda Kampar)
         Berdasarkan surat keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah Nomor : 10/GM/STE/49 tanggal 9 Nopember 1949, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Propinsi Riau terdiri dari Kawedanaan Palalawan, Pasir Pangarayan, Bangkinang dan Pekanbaru Luar Kota dengan ibu kota Pekanbaru. Kemudian berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1956 ibu kotaKabupaten Kampar dipindahkan ke Bangkinang dan baru terlaksana tanggal 6 Juni 1967.
      Semenjak terbentuk Kabupaten Kampar pada tahun 1949 sampai tahun 2006 sudah 21 kali masa jabatan Bupati Kepala Daerah. Sampai Jabatan Bupati yang keenam (H. Soebrantas S.) ibukota Kabupaten Kampar dipindahkan ke Bangkinang berdasarkan UU No. 12 tahun 1956.



Adapun faktor-faktor yang mendukung pemindahan ibu kota Kabupaten Kampar ke Bangkinang antara lain :

  • Pekanbaru sudah menjadi ibu kota Propinsi Riau.
  • Pekanbaru selain menjadi ibu kota propinsi juga sudah menjadi Kotamadya.
  • Mengingat luasnya daerah Kabupaten Kampar sudah sewajarnya ibu kota dipindahkan ke Bangkinang guna meningkatkan efisiensi pengurusan pemerintahan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
  • Prospek masa depan Kabupaten Kampar tidak mungkin lagi dibina dengan baik dari Pekanbaru.
  • Bangkinang terletak di tengah-tengah daerah Kabupaten Kampar, yang dapat dengan mudah untuk melaksanakan pembinaan ke seluruh wilayah kecamatan dan sebaliknya.
Secara Geografis





1.1Keadaan Alam
Kabupaten Kampar dengan luas lebih kurang 1.128.928 Ha merupakan daerah yang terletak antara 01000’40” Lintang Utara sampai 00027’00” Lintang Selatan dan 100028’30” – 101014’30” Bujur Timur. Batas-batas daerah Kabupaten Kampar adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuantan Singingi.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Propinsi Sumatera Barat.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak.
Di daerah Kabupaten Kampar terdapat dua buah sungai besar dan beberapa sungai kecil yaitu:
- Sungai Kampar yang panjangnya ± 413,5 km dengan kedalaman rata-rata 7,7 m dengan lebar rata-rata 143 meter. Seluruh bagian sungai ini termasuk dalam Kabupaten Kampar yang meliputi Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang, Bangkinang Barat, Kampar, Siak Hulu dan Kampar Kiri.
- Sungai Siak bagian hulu yakni panjangnya ± 90 km dengan kedalaman rata-rata 8 – 12 m yang melintasi kecamatan Tapung.
Sungai-sungai besar yang terdapat di Kabupaten Kampar ini sebagian masih berfungsi baik sebagai prasarana perhubungan, sumber air bersih budi daya ikan maupun sebagai sumber energi listrik (PLTA Koto Panjang).
1.2 Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Kampar pada umumnya beriklim tropis dengan temperatur maksimum 320C. Jumlah hari hujan dalam tahun 2006, yang terbanyak adalah disekitar Salo, Bangkinang, dan Bangkinang Seberang sedang yang paling sedikit terjadinya hujan adalah sekitar Tapung Hulu


Potensi

Kabupaten Kampar mempunyai banyak potensi yang masih dapat dimanfaatkan, terutama di bidang pertanian dan perikanan darat.

  • Pertanian
Bidang pertanian seperti kelapa sawit dan karet yang merupakan salah satu tanaman yang sangat cocok buat lahan yang ada di Kabupaten kampar.

  • Perkebunan
Khusus perkebunan perkebunan sawit untuk saat ini kabupaten Kampar mempunyai luas lahan 241,5 ribu hektare dengan potensi coconut palm oil (CPO) sebanyak 966 ribu ton.

  • Perikanan
Di bidang perikanan budidaya ikan patin yang dikembangkan melalui kerambah (kolam ikan berupa rakit) di sepanjang sungai kampar, ini terlihat banyaknya keramba yang berjejer rapi di sepanjang sungai kampardan adanyakerjasama antara pemda kampar dengan PT Benecom dengan jumlah investasi 30 miliar yang mana kedepan kampar akan menjadi sentra ikan patin dengan 220 ton per hari.

  • Pariwisata
                                                      
      Di segi pariwisata Kabupaten Kampar juga tidak kalah dengan daerah-daerah lainnya,seperti Candi MUARA TAKUS yang merupakan peninggalan kerajaan sriwijaya,namun untuk saat ini pemda kampar belum memaksimalkan pengelolaannya menjadi tujuan wisatawan, Mandi "balimau bakasai" tradisi ini adalah mandi membersihkan diri di sungai kampar untuk menyambut bulan suci Ramadhan. "Ma'awuo ikan" ini adalah menangkap ikan secara bersama-sama (ikan larangan) setahun sekali, ini berada di danau Bokuok (kec.Tambang) dan sungai Subayang desa Gema(kec.Kampar Kiri hulu).
       Di samping julukan BUMI SARIMADU kabupaten Kampar juga terkenal dengan julukanSERAMBI MEKKAH di propinsi Riau,ini disebabkan masyarakatnya yang sebagian besar beragama Islam (etnis ocu), demikian juga dengan pakaian yang sehari-hari yang dipakai bernuansa muslim.

Kabupaten Kampar juga memiliki sosok pejuang di zaman kolonial Belanda yang terkenal yakni Datuk Tabano dan Datuk Panglima Khatib





Kecamatan

       Saat ini (tahun 2006), Kabupaten Kampar memiliki 20 kecamatan, sebagai hasil pemekaran dari 12 kecamatan sebelumnya. Kedua puluh kecamatan tersebut (beserta ibu kota kecamatan) adalah:

  1. Bangkinang(ibu kota: Bangkinang)
  2. Bangkinang Barat         (ibu kota: Kuok)
  3. Bangkinang Seberang   (ibu kota: Muara Uwai)
  4. Gunung Sahilan             (ibu kota: Kebun Durian)
  5. Kampar                        (ibu kota: Air Tiris)
  6. Kampar Kiri                 (ibu kota: Lipat Kain)
  7. Kampar Kiri Hilir          (ibu kota: Sei.Pagar)
  8. Kampar Kiri Hulu         (ibu kota:Gema)
  9. Kampar Timur              (ibu kota: Kampar)
  10. Kampar Utara              (ibu kota: Desa Sawah)
  11. Perhentian Raja            (ibu kota: Pantai Raja)
  12. Rumbio Jaya                (ibu kota: Rumbio)
  13. Salo                             (ibu kota: Salo)
  14. Siak Hulu                     (ibu kota: Pangkalanbaru)
  15. Tambang                      (ibu kota: Sei.Pinang)
  16. Tapung                         (ibu kota: Petapahan)
  17. Tapung Hilir                  (ibu kota: Pantai Cermin)
  18. Tapung Hulu                 (ibu kota: Sinama Nenek)
  19. XIII Koto Kampar           (ibu kota: Muara Mahat)
  20. Kampar Kiri Tengah       (ibu kota: Simalinyang)

Kampar dan Limo Koto
        Kampar sangat identik dengan sebutan Kampar Limo Koto dan dahulunya merupakan bagian dari kerajaan minangkabau. Limo Koto terdiri dari XXXIII Koto Kampar, Kuok, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Terdapat banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini. Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep adat dan persukuan miangkabau di sumatera barat. Tidak heran bila adat istiadat hingga bahasa sehari-hari warga Limo Koto amat mirip dengan Minang Kabau. Bahasa yang dipakai di Limo Koto, yang juga kemudian menjadi bahasa Kampar adalah bahasa Ocu. Di samping itu, Limo Koto juga memiliki semacam alat musik tradisional Calempong dan Oguong.
Kebudayaan Kampar
Kebudayaan Kampar merupakan kebudayaan baru, khususnya Desa Air Tiris belum Seratus Tahun dikembangkan (dari tahun 2002) dapat dilihat dari tanggal yang tertera di Masjid Jamik Air Tiris. Banyak penduduk yang berasal dari Sumatra Barat, Kampar dikembangkan oleh orang yang menuntut Ilmu di Turky Usmani yang sebelumnya Islam dibawa dari Sumatra Barat, Al Qur'an sebesar Jempol dibawa dari Turky.



Batas wilayah
Kabupaten Kampar berbatasan dengan kabupaten-kabupaten lain, sebagai berikut:
Utara - Kabupaten Siak
Timur - Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan
Selatan - Kabupaten Kuantan Singingi
Barat - Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Lima Puluh Kota (Provinsi Sumatera Barat)